SELAMAT DATANG

Welcome... Don't forget to leave your comment... Thank You...

Senin, 19 Desember 2011

Hal hal kecil yang kadang sudah terlupakan...

Kehidupan yang makin penuh tuntutan membuat gaya hidup manusia semakin berubah. Bahkan beberapa hal sederhana yang dulu penting kini sering dilupakan. Di tengah kesibukan dan nilai-nilai baru yang kita terima dari berbagai sumber, banyak hal kecil yang pelan-pelan ditinggalkan. Etika-etika ringan yang dulu penting, kini perlahan terlupakan atau bahkan sengaja disamarkan untuk kepentingan pribadi. Tentu saja Anda tak ingin dicap sebagai orang yang egois dan tidak peduli sekitar.

Maaf, terima kasih, tolong
Tiga kata ini sering kali lupa kita ucapkan kepada orang-orang di sekitar. Akan lebih baik menggunakan kata “tolong” saat meminta office boy atau asisten rumah tangga melakukan sesuatu untuk kita. Begitu juga sesudahnya, kata terima kasih kerap lupa diucapkan. Memang kesannya sepele, tapi orang yang dimintai bantuan akan merasa lebih dihargai jika Anda mau mengucapkan tolong dan terima kasih. Saat bersenggolan di pusat perbelanjaan atau tak sengaja menginjak kaki orang saat berhimpitan di bus, seringkali terlihat orang tersebut hanya berpaling tanpa mengucap kata maaf. Tak ada yang dirugikan saat kata maaf terucap, yang ada justru perasaan lebih tenang. Kata maaf merupakan kata yang simpel namun seringkali sulit diucapkan. Jangan termakan gengsi saat mengucap kata maaf. Itu bisa membantu Anda memperbaiki hubungan dengan orang lain atau membuat suasana menjadi lebih damai.

Menatap mata
Pemandangan umum saat ini adalah, seseorang menatap ponselnya ketika berbicara dengan orang lain. Usahakanlah untuk selalu menatap lawan bicara Anda saat sedang berbicara atau memberikan instruksi. Tunda sesaat aktivitas di handphone Anda ketika sedang berbicara dengan seseorang. Menatap lawan bicara akan membuat mereka merasa lebih dihargai. Jika memang respon di ponsel Anda tidak bisa ditunda, sebaiknya komunikasikan hal tersebut dengan lawan bicara. Katakan "Maaf saya harus menjawab SMS penting ini terlebih dahulu," dan setelah itu lanjutkan pembicaraan.

Menahan pintu 
Ini tindakan yang sangat simpel yang menunjukkan Anda menghargai orang lain. Saat hendak keluar atau masuk melalui pintu, usahakan tahan pintu untuk orang di belakang Anda. Tindakan kecil ini menunjukkan Anda orang yang perhatian dan menghargai orang lain di sekitar.

Masuk lift 
Bahkan di perkantoran mewah, pemandangan ini sering terjadi. Seseorang langsung masuk ke lift ketika belum semua orang di lift keluar. Tindakan seperti ini justru membuat proses keluar-masuk lift lebih lama karena ada orang yang terhalang untuk keluar. Sebaiknya, tunggu sampai semua orang keluar baru Anda masuk ke dalam lift. Dengan begitu semua orang nyaman dan tidak perlu ada orang yang kesal dan mengumpat karena terhambat jalan keluarnya.

Berikan tempat duduk 
Sering kali penumpang yang masih sanggup berdiri terlihat menduduki kursi yang seharusnya bisa diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Walau sejak sekolah dasar pelajaran ini sudah diberikan, tapi tetap saja masih banyak orang yang melupakannya. Wanita hamil, orang berusia lanjut, penyandang cacat, dan anak-anak sebaiknya diberikan prioritas untuk memperoleh tempat duduk. Bahkan di beberapa kendaraan umum sudah ada tanda untuk itu. Beberapa teman bahkan mengaku sering pura-pura tidur agar bisa tetap duduk walau ada yang lebih membutuhkan. Posisikan diri Anda seperti orang tersebut, jika Anda merasa ingin duduk saat membawa bawaan berat, maka tak ada salahnya memberikan tempat duduk pada orang yang membawa bawaan berat saat bertemu di kendaraan umum.

Antre 

Terburu-buru bukan alasan untuk memotong antrean dengan berbagai trik. Jika ada sekumpulan orang menunggu di depan lift, Anda tak bisa semena-mena menyerobot ke depan untuk mendapat giliran masuk. Bukan hanya Anda di dunia ini yang terburu-buru. Hargailah orang lain di sekitar. Anda tentu kesal jika antrean Anda diserobot. Jangan melakukan hal yang sama pada orang lain.

Memperkenalkan teman
Adakalanya kita lupa mengenalkan teman kita dengan teman baru saat bertemu di suatu tempat. Jika Anda pergi dengan ibu, lalu bertemu teman, kenalkanlah ibu Anda kepada teman. Begitu juga ketika Anda pergi bersama orang lain. Kenalkan teman Anda beserta hubungannya. Misalnya, "kenalkan ini Adam, kakak saya" atau "kenalkan ini Dina, teman kantor saya". Hal kecil tersebut membuat teman atau partner kita merasa dihargai karena diakui keberadaannya. Selain itu membuka pertemanan baru adalah hal yang baik.

Sibuk dengan telepon
Saat ada pertemuan penting atau beribadah, jangan lupa atur bunyi telepon seluler Anda agar tidak menganggu. Jika tidak terlalu penting sebaiknya jangan angkat telepon masuk saat sedang dalam pertemuan penting. Minta izin terlebih dahulu lalu tinggalkan ruangan jika memang harus mengangkat telepon. Begitu juga dengan nada bicara, usahakan untuk tidak berbicara dengan suara keras saat Anda berada di tempat umum seperti mal, kantor, atau sekolah. Kehadiran ponsel pintar membuat banyak orang kini terbagi perhatiannya pada kegiatan yang sedang dilakukan. Saat sedang beribadah sebaiknya simpan rapat-rapat ponsel Anda di tas. Jangan pula membuat teman atau orang tua Anda kesal dengan terus memainkan ponsel saat berbicara dengan mereka.

Menyapa 
Saat bertemu tetangga, berikan sapaan yang ramah. Jangan berlaku pura-pura tidak melihat ketika berpapasan dengan orang yang Anda kenal. Bangun hubungan baik hanya dengan teguran yang sederhana. Anda tidak pernah tahu kapan akan membutuhkan orang tersebut. Karena itu tak ada salahnya bangun hubungan baik dengan tindakan-tindakan yang kecil namun berarti.

................. Share from my AKPXXI S2-UI Yahoo Goup .......... Semoga Bermanfaat.

Kamis, 12 Mei 2011

Bedah Buku Reinventing Government


Reinventing Government
How The Entrepreneurial Spirirt is Transforming The Public Sector
By : David Osborn and Ted Gaebler
Perkembangan sistem pemerintahan dari masa ke masa memiliki permasalahannya sendiri, di mana masing-masing permasalahan selalu jatuh pada ‘Perilaku Birokrasi yang cenderung tidak efisien’. Berbagai pemikiran muncul guna menemukan DNA baru sistem pemerintahan, dari yang bersifat Tradisional menuju pada kondisi yang lebih modern dan lebih baik sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Diawalai dari Old Public Management, yang kemudian bergeser menjadi New Public Management dengan Konsep Kewirausahaan. Salah satu pemikiran terpopuler pada era 80-an hingga awal 90-an adalah konsep Reinventing Government dari Osborn dan Gaebler.
Topik pembahasan utama dari tulisan ini adalah pemikiran tentang Mewirausahakan Birokrasi, dengan menjawab berbagai pertanyaan seputar bagaimana prinsip-prinsip dan semangat wirausaha ditransformasikan ke dalam sektor pelayanan publik.
Pada awalnya, banyak yang menduga bahwa hal ini merupakan tindakan yang sangat berisiko. Sementara di sisi lain, Peter Drucker ( pemikirannya dikutip dalam tulisan ini ) menuturkan bahwa inovasi dan seorang inovator mencapai kesuksesan bukan karena memandang adanya risiko dari tindakannya, tetapi kemampuan untuk melihat peluang dari risiko yang akan dihadapi serta memanfaatkannya menjadi sebuah jalan sukses.
Berangkat dari pemikiran tersebut, Gaebler dan Osborn berpikir bahwa dalam melakukan suatu perubahan haruslah memperhatikan peluang yang memungkinkan untuk sukses dengan tidak melupakan risiko atau tetap menekan risiko hingga seminimal mungkin. Mereka mengasumsikan pendapat Drucker bahwa setiap orang akan mampu menjadi seorang entrepreneur jika organisasi tempat dia bekerja juga didesain dengan mendukung sistem kewirausahaan.
Istilah Reinventing Government bermakna lembaga sektor pemerintah yang berkebiasaan entrepreneural, dengan memanfaatkan Sumber Daya yang ada namun menggunakannya dengan cara yang baru guna mencapai Efisiensi dan Efektifitas.
Secara singkat, tulisan ini diawali oleh penjelasan berbagai kisah sukses dari berbagai restrukturisasi, baik dibidang penganggaran, pendidikan, hingga pendesentralisasian berbagai kewenangan yang disebut dengan An American Perestroika.
Selanjutnya, Osborn dan Gaebler merancang setidaknya 10 alur pikir yang dinamai sebagai Peta Dasar dalam melakukan suatu restrukturisasi. Pokok pemikiran yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Catalytic Government : Steering Rather Than Rowing
Dalam Bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan Katalis : Mengarahkan lebih baik daripada Mengayuh. Maksudnya adalah berangkat dari filosofi kapal laut, hendaknya pemerintah mengambil peran sebagai pengarah saja daripada sebagai pengayuh atau pelaku pelayanan publik.
Berbagai hal penting dalam Pengkatalisasian ini adalah pentingnya menerjemahkan kembali pemaknaan dari kepemerintahan, kemudian melakukan restrukturisasi dimana kondisinya akan semakin kuat meski nyatanya semakin ramping, selanjutnya dilakukan pemisahan antara steering dan rowing pada berbagai bidang pelayanan yang relevan, serta menciptakan image bahwa pekerja pemerintah atau pegawai negeri bukanlah menjadi korban dari sistem yang ada melainkan sebagai pihak yang diuntungkan.
Setelah itu, langkah berikutnya adalah menciptakan organisasi-organisasi pengarah, dengan dilengkapi degan organisasi yang rela sebagai Third Sector atau voluntary yang non-profit sebagai penyelenggara public service di berbagai bidang pelayanan yang memungkinkan. Namun perlu diingat, dalam berbagai bidang yang lain, Second Sector atau Privat Sector juga diberi peluang untuk menyelenggarakan pelayanan publik melalui apa yang dinamakan dengan Privatization, sebagai salah satu alternativ yang memungkinkan dalam konsep entrepreneural.
Bilamana kondisi ini sudah tercipta, maka diharapkan berbagai perbaikan mendasar akan tercipta melalui pengkatalisasian yang konstan, diantaranya adalah dengan pemangkasan jumlah aparatur, menjaga stabilitas budgeting, mencegah inflation, serta mengembalikan image baik terhadap pemerintah.

2. Community-Owned Government : Empowering Rather Than Serving
Dalam bahasa indonesia yaitu Pemerintahan sebagai milik masyarakat: Pemberdayaan lebih baik daripada melayani. Maksudnya adalah dalam hal ini, peran pemerintah adalah memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan berbagai kebutuhan publik, sehingga tercipta rasa memiliki bagi mereka sendiri, sedangkan pemerintah bukan lagi sebagai pelayan melainkan hanya sekedar memberi petunjuk.
Beberapa hal yang mencakup bidang empowering adalah pergeseran berbagai hak kepemilikan produk pelayanan publik dari tangan pemerintah kepada masyarakat umum dimana peran pemerintah hanya sebagai pengarah saja, kemudian pendirian perumahan umum yang lebih tertib, aman, bersih, harga terjangkau serta pendataan yang lebih terorganisir.
Selain itu berbagai hal yang dianggap penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah memperbaiki peran profesional service menjadi community service, sehingga pelayanan bukan ditujukan hanya untuk klien saja tetapi untuk semua, serta pemberdayaan segenap lapisan masyarakat melaui demokrasi yang partisipatif.

3. Competitive Government : Injection Competition Into Service Delivering
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan yang kompetitif: Menyuntikkan kompetisi kedalam pemberian pelayanan. Kompetisi yang dimaksud di sini adalah kompetisi dimana sektor publik vs sektor publik, sektor privat vs sektor publik, dan sektor privat vs sektor privat. Kondisi ini dipercaya akan menciptakan suatu iklim persaingan yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan berpengaruh pada harga pelayanan publik.
Berbagai keuntungan yang diperoleh dari kompetisi ini adalah tingkat efisiensi yang lebih besar, pelayanan yang lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat, menciptakan sekaligus menghargai suatu inovasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kebanggaan dan moralitas pegawai pemerintah.

4. Mission-Driven Government : Transforming rules-Driven Organizations.
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah yang digerakkan oleh Misi : Transformasi yang digerakkan aturan. Maksudnya adalah pemerintahan akan berjalan lebih efisien apabila digerakkan bukan atas dasar aturan saja, tetapi lebih kepada ‘misi’, sehingga penganggaran yang dibutuhkan juga diarahkan pada pencapaian misi sehingga lebih terkontol.
Berbagai keuntungan yang diperoleh dari mission-driven government ini adalah lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, dan lebih fleksibel jika dibandingkan dengan ruled-driven organizations. Dengan keadaan ini, maka diyakini bahwa moralitas sektor publik juga serta-merta akan meningkat.
Kekuatan dari mission-driven government ini adalah peningkatan insentif terhadap tabungan, menciptakan kebebasan sumber daya dalam menguji ide-ide baru, mengacu pada autonomy managerial, menciptakan lingkungan yang terprediksi, kemudian menyederhanakan proses budgeting, serta mengurangi pengeluaran auditor dan kantor pajak, yang pada akhirnya fokus pemerintah lebih leluasa terhadap isu-isu penting lainnya.

5. Result-oriented Government : Funding Outcomes, Not Inputs
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah yang berorientasi pada hasil : Membiayai Hasil bukan Masukan. Maksudnya adalah dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah hendaknya tidak terfokus pada input saja, tetapi sebaiknya lebih kepada outcomes, sehingga outcomes dari suatu program pemerintah pada akhirnya akan menjadi sebuah evaluasi baik-buruknya program pemerintah tersebut. Pandangan ini mengacu pada performance.
Beberapa hal yang penting dalam performance measures terhadap pekerjaan yang dilakukan adalah menghargai performance, kemudian memanage performance, dan menganggarkan bidang performance.

6. Costumer-Driven Government : Meeing The Need of The Costumer, Not The Bureaucracy
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan kebutuhan birokrasi. Maksudnya adalah penyelenggaraan pelayanan publik didasarkan pada kebutuhan khalayak umum, bukan semata-mata memenuhi program kerja pemerintah saja, melalui pendekatan terhadap masyarakat, sehingga image arogan pemerintah berikut program-programnya tidak terjadi lagi.
Keuntungan yang diperoleh adalah lebih accountable, memperluas kesempatan pemilihan keputusan yang tepat, lebih inovatif, memperluas kesempatan memilih antara dua jenis pelayanan yang pada dasarnya adalah sama, mengurangi pemborosan, serta pemberdayaan pelanggan yang pada akhirnya akan menciptakan keadilan.

7. Entreprising Government : Earning Rather Than Spending
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah Wirausaha : Menghasilkan lebih baik daripada Menghabiskan. Maksudnya adalah pemerintah bukan menjadi suatu organisasi yang berorientasi pada laba saja, melainkan pemerintah lebih mengutamakan efisiensi dalam menghasilkan sesuatu pelayanan daripada pembelanjaan yang berlebihan sehingga cenderung menjadi pemborosan.
Berbagai hal yang perlu dilakukan adalah merubah provit motive menjadi kegunaan publik, kemudian meningkatkan pendapatan penambahan jumlah pajak dan retribusi, kemudian membelanjakan anggaran untuk menyimpan uang dalam bentuk investasi yang diperkiraan akan besar keuntungannya, kemudian para manajer yang ada diberi pengaruh kewiraswastaan ( saving, earning, innovation, enterprise funds, profit centres ) serta melakukan identifikasi lapangan terhadap benar-tidaknya pembiayaan pada penyelenggaraan pelayanan.

8. Anticipatory Government : Prevention Rather Than Cure
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan yang Antisipatif: Mencegah lebih baik dari pada menanggulangi. Maksudnya adalah hendaknya pemerintah merubah fokus pelayanan yang sebelumnya bersifat mengobati kerusakan menjadi bersifat pencegahan terhadap kerusakan, terutama pada bidang pelayanan kesehatan, lingkungan dan polusi, serta pendegahan terhadap kebakaran melalui pembentukan future commission dengan melandaskan kegiatannya pada perencanaan stratejik.
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah penyusunan rencana budgeting jangka panjang dan lintas departemen, membuat semacam dana cadangan guna persiapan beradaptasi terhadap berbagai perubahan lingkungan, serta budgeting yang disusun dengan perhitungan jangka panjang pula, dengan mempertimbangkan kebutuhan pemerintah regional, estimasi ekonomi, serta perubahan sistem politik.

9. Decentralized Government : From Hierarchy to Participatory and Team Work
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintahan Desentralisasi : Dari bersifat Hierarki menjadi Partisipatif dan Kerja Tim. Maksudnya adalah pemerintah hendaknya tidak sentralis. Banyak bidang kebutuhan pelayanan publik yang memungkinkan untuk didesentralisasikan penyelenggaraannya agar lebih partisipatif dan efisien.
Keuntungan yang diperoleh adalah lebih fleksibel karena lebih cepat merespon perubahan kebutuhan masyarakat, lebih efektif, lebih inovatif, serta meningkatkan moralitas, komitmen dan produktifitas.
Kemudian, dengan adanya desentralsasi ini, maka partisipasi dari pihak manajemen juga akan lebih meningkat dan lebih percaya diri, yang selanjutnya akan menciptakan organisasi yang bekerja sebagai sebuah tim kerja, sehingga inovasi dari bawah akan lebih deras mengalir. Pada akhirnya, kondisi ini akan menciptakan invest in the employee, di mana pada suatu saat bawahan tersebut akan memiliki kemampuan yang lebih apabila diberi kepercayaan suatu tugas yang lebih berat atau jabatan yang lebih tinggi dikemudian hari.

10. Market-oriented Government : Leveraging Change Through the Market
Dalam bahasa Indonesia yaitu Pemerintah Perorientasi Pasar: Mendongkrak Perubahan melalui mekanisme Pasar. Maksudnya adalah dalam penyelenggaraan pelayanan, pemerintah hendaknya mengikuti situasi pasar, tidak hanya berkutat pada program-program kerja yang monoton karena biasanya diarahkan pada konstituen saja, berbau politik, tidak tepat sasaran, terfragmentasi, serta bukan merupakan suatu tindakan korektif tetapi lebih mengacu pada kondisi stagnan sebagai akibat dari minimnya perubahan yang signifikan.
Cara merestrukturisasi pemerintahan menjadi berbasis mekanisme pasar adalah melalui penyusunan produk hukum yang tegas terhadap mekanisme pasar, penciptaan informasi terhadap masyarakat, mengutamakan permintaan dan kebutuhan masyarakat, mengkatalisasi penyediaan oleh sektor swasta, yang kesemuanya ini akan dikondisikan melalui suatu Market’s Institusi yang akan menekan atau mengurangi gap pasar. Kemudian hal yang tidak kalah penting adalah merekomendasikan sektor pasar yang baru, mengurangi risiko usaha, serta merubah kebijakan Investasi Publik yang tidak mencekik leher.
Dalam kondisi ini, pemerintah hendaknya menjadi perantara antara pembeli dan penjual melalui pengenaan pajak dan retribusi pada setiap aktivitas usaha, serta penyediaan pelayanan atas dasar pembiayaan masyarakat. Hal ini akan lebih mudah dicapai apabila dibentuk suatu Komunitas Pelayanan sehingga lebih mudah dikontrol.
Pada dasarnya Entrepreneural (R)evolution terjadi akibat adanya krisis, keresahan terhadap Leadership dan Keberlanjutan Leadership, Peralatan Kesehatan, Visi dan Tujuan bersama, Kepercayaan, Model suri tauladan, dan sumber daya luar. Namun penulis menyarankan agar dilakukan penguasaan terhadap keseluruhan point penting dari tulisan ini yang digunakan sebagai dasar pikir untuk melakukan suatu perubahan. 

Kesepuluh point penting diatas hanyalah sebuah peta. Menurut hemat penulis, item-item tersebut hanyalah sebagai Checklist, yang disesuaikan dengan kebutuhan perubahan yang tergantung pada kondisi suatu pemerintahan serta perlu-tidaknya suatu restrukturisasi. Namun, dalam menentukan masa depan bangsa dan masyarakat, maka pemerintah hendaknya merancang suatu Visi Baru Pemerintah guna menjawab tantangan kedepan.


(Sekedar Berbagi...)

Selasa, 10 Mei 2011

Pengalamanku...

HP KETINGGALAN

Pagi ini, setelah saya selesai mengerjakan tugas-tugas kuliah saya, saya rehat sejenak, dan mengingat peristiwa-peristiwa menarik yang saya alami beberapa hari terakhir. Sebelum saya menulis cerita ini, saya teringat pada pengalaman saya hari jumat kemarin ( 06 Mei 2011 ) di Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Singkat cerita, kala itu saya hendak mengantarkan ayah saya yang hendak terbang ke Medan setelah menyelesaikan tugas-tugas dinasnya di Ibukota, selama 2 hari 1 saja (kata beliau untuk menghemat anggaran...).

Setibanya di Bandara Internasional kebanggaan Indonesia tersebut, berbekal Airport ID Card saya yang masih berlaku sekitar 1 bulan lagi, saya menemani ayah saya check-in sambil membawa tas sandangnya sampai ke dalam gedung bandara, sembari mengingatkan agar tidak lupa pada barang bawaannya yang hanya beberapa itu.

Karena jam keberangkatan masih lebih dari 1 jam lagi, alhasil kami berdua menyempatkan diri ngobrol sambil menikmati beberapa hidangan seadanya di salah satu lounge yang ada di Terminal Keberangkatan 1B.

Tibalah jam keberangkatan... Setelah menyampaikan beberapa pesan, ayah saya pun berkemas dan masuk ke dalam ruang tunggu beberapa menit setelah boarding pass check. Kemudian saya berniat keluar dari pintu yang telah disediakan.

Tepat pukul 13.00 wib, saya coba untuk menelepon, teleponnya aktif tp tidak diangkat. Saya masih biasa saja, barangkali masih di jalan menuju ke dalam pesawat, sehingga tidak kedengaran... 5 menit kemudian saya telepon, masih tidak ada jawaban. Kecurigaan saya sudah mulai muncul... 10 menit kemudian juga demikian, saya pun gelisah... Sambil membayar tagihan Bus Damri tujuan Gambir, saya masih tetap mencoba, tetapi masih juga belum ada jawaban.

“Ah... pesawatnya di delay barangkali,” pikir saya dengan positif thingking.

Tepat pukul 13.30, saya coba lagi, masih aktif... “Hedewwwhh... gak bener lagi nih...”

Saya coba lagi dan akhirnya ada yang menjawab, tapi bukan suara ayah saya...

Dugaan saya benar... HP ayah ketinggalan... Hedewwwhhh... Begini nih kalau sudah tua, kadang suka lupa.

Setelah beberapa pembicaraan yang alot dengan lawan bicara saya, yang atas pengakuannya merupakan salah satu staff di airport security, akhirnya kami sepakat untuk bertemu guna mengembalikan HP tersebut. Setelah saya tunggu diluar, tepatnya di pos jaga, beberapa menit kemudian tiba-tiba ada orang yang menghampiri saya dan menanyakan nama saya.

“Bener mas, saya Desman. Saya nunggu mas Andi, td disuruh nunggu disini mas... “.

Setelah berkata demikian, mas Suryan ini pun mengaku kalau mas Andi menyuruh dia untuk menemui saya di depan Pos Keamanan ini. Sembari bertanya dan menuliskan nama dan alamat saya di atas telapak tangan kanannya, dia pun mengeluarkan HP ayah saya yang tertinggal sesaat setelah boarding pass check.

Setelah menyampaikan ucapan terima kasih, saya pun kembali ke shelter bus untuk melanjutkan perjalanan saya kembali Salemba tempat kontrakan saya, dan untungnya belum ketinggalan...

Selama perjalanan itu, saya berpikir... “Seandainya semua pihak yang bertanggungjawab dalam hal pelayanan masyarakat baik Pemerintah maupun Swasta, bekerja dan melakukan seperti dilakukan oleh airport security, khususnya seperti kedua orang tersebut, wah... Betapa amannya negara ini...”

Pengalaman ini saya rasa perlu untuk saya publikasikan, bukan hanya untuk mengingatkan agar tidak lupa pada barang bawaan, tetapi juga kebaikan orang lain dan kinerja positif suatu instansi juga perlu dipublikasikan.

...Terima Kasih...

( Nb : maaf pembaca, bahasanya terlalu formal... soalnya bingung nulisnya gimana... he7... )

Jumat, 29 April 2011

Suka Download Film???

Setelah browsing dari berbagai sumber dan mencoba-coba, akhirnya beberapa daftar website yang saya rekomendasikan guna mendownload film beserta substitlenya (Indonesia juga ada lho). So, kalau suka nonton film tapi duit gak punya untuk ke Bioskop atau malah gak ada Bioskop di tempat kamu, download aja deh... Selamat mencoba yah...

1. www.thehack3r.com
Di web ini, banyak film yang bisa di download...

2. teatersahabat.blogspot.com
Design blognya juga menarik cuma agak berat kalo dibuka di komputer yang memorinya rendah.

3. cinema3satu.blogspot.com
Blog ini mungkin adalah blog penyedia film-film gratis yang paling terkenal dan terlengkap di indonesia. Film-film mereka sangat berkualitas baik video maupun subtitlenya.

4. indowebster.com
Trus, yang terakhir... The King og Film's download. Karena kebanyakan situs mendownload film, filmnya ya dari sini.

At last!!! Subtitlenya jangan sampai kelupaan di download juga, kerena filenya di buat terpisah...

Yang saya broadcast sih cuma beberapa aja, manatau ada yang tau situs lain, boleh di tambah koq via commentnya... Thakz for read...

(Dikutip dari berbagai sumber)

Minggu, 03 April 2011

RAKYAT BODOH... BENARKAH???

Sebuah problema sosial yang memilukan vs sekedar pengalihan isu?

Masih segar dalam ingatan, berbagai kasus nasional yang tak kunjung menemui titik terang, disusul bencana di berbagai daerah di bangsa ini, seakan tidak akan berujung, amat memprihatinkan. Namun, keprihatinan itu malah diperkeruh dengan isu Pembangunan Gedung baru DPR RI yang diperkirakan akan menyerap dana 1,138 triliun rupiah. Di kala rakyat sedang berjuang menahan lapar-haus, atau nomaden dari pengungsian yang satu ke pengungsian yang lain, sejumlah elite bangsa ini malah asik dengan rajutan program prioritas yang bukan prioritas.
Seperti kita ketahui bersama, DPR ibarat pipa air antara masyarakat dengan pemerintah, yakni saluran aspirasi. Benarkah demikian? Apa jadinya jika wakil rakyat tersebut tidak berkenan sharing dengan rakyat yang sebenarnya adalah konstituennya? Sungguh ironis memang, apabila kita menyimak statement Pak Marzuli Alie yang lagi-lagi bikin sensasi. Masih terngiang dalam ingatan komentar beliau beberapa waktu lalu yang menuai banyak protes tentang TKW-PRT yang konon katanya bikin malu Republik ini, lebih ke belakang lagi mengenai statementnya tentang Bencana Mentawai, kini statement barunya malah dirasakan lebih sentimentil. Mengapa tidak, rakyat diklaim tidak pintar alias “bodoh”. Berikut sepenggal statement kontradiktif Sang Ketua DPR RI pada salah satu media ternama Indonesia pada 2 Maret kemarin. “Kalau rakyat biasa dibawa bagaimana memikirkan perbaikan sistem, bagaimana perbaikan organisasi, bagaimana perbaikan infrastruktur, rakyat biasa pusing pikirannya. Rakyat biasa dari hari ke hari, yang penting perutnya berisi, kerja, ada rumah, ada pendidikan, selesai. Jangan diajak mengurus yang begini. Urusan begini, ajak orang-orang pintar bicara, ajak kampus bicara”.
Sekedar menanggapi statement tersebut, apakah memang harus melalui pembangunan gedung baru sehingga sistem dapat diperbaiki? Apakah itu mainstream dalam upaya perbaikan organisasi? Apakah ini hanya ruang bagi orang-orang pintar saja bersama pihak kampus yang mungkin saja sudah dirasuki ranah politik juga? Bukankah peningkatan kinerja dulu yang perlu didahulukan, kemudian dievaluasi, barulah merembes ke masalah gedung kalau di rasa perlu? Bukankah sebaiknya hal ini di sampaikan secara luas kepada masyarakat dan meminta tanggapan masyarakat? Intinya, perlu ditinjau kembali.
Tanpa berniat mempersalahkan pihak manapun, dari segi tata bahasa, sebenarnya masih banyak penyampaian-penyampaian lain yang lebih santun dalam menanggapi masalah ini. Memang benar, kondisi rakyat saat ini masih berorientasi pada SPP ( Sandang, Pangan, Papan ). Namun, selaku seorang pejabat yang dipilih rakyat, sebaiknya lebih memperhatikan perbaikan kondisi konstituennya tersebut ketimbang malah melemahkan mereka.

Civil Society
Secara implisit, statement tersebut bisa saja menjadi proses pelemahan posisi tawar rakyat. Di kala sejumlah daerah sedang berjibaku dalam meningkatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan, pusat sepertinya malah melakukan pendegradasian. Cuma segelintir oknum memang, namun cukup mencoreng secara universal.
Guna mencari pembenaran terhadap pelemahan bargaining position rakyat tersebut diatas, konsep Good Governance dapat dipakai sebagai titik pijak dengan esensi utamaya adalah keseimbangan antara Politcal society, economical society, dan Civil society. Political society merujuk kepada kaum politik praktis, sementara economical society merupakan kumpulan orang-orang yang beraktivitas dalam bidang perekonomian, dan civil society adalah sebagai konstituen dan konsumen.
Civil society secara harfiah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani. Namun menurut Alexis De Tocqueville, seorang Sosiolog Perancis abad-19, Civil siciety itu merupakan kondisi kehidupan sosial yang terorganisir yang berciri kesukarelaan, keswasembadaan, keswadayaan, dan kemandirian namun tetap melakukan kontrol terhadap negara agar tidak melampaui ketentuan yang ada di dalam masyarakat. Dari pengertian ini dapat di simpulkan bahwa, dua peranan civil society itu adalah kemandirian pada dirinya dan peran kontrol terhadap negara.
Sebuah kondisi yang amat berbeda dengan di negeri kita yang demokratis ini. Civil society seakan hanya kaum terpinggirkan yang gak punya hak bicara dibandingkan society lainnya. Peranan masyarakat memang ada, namun masih jauh dari harapan. Ada beberapa penyebab mengapa hal ini terjadi. Pertama, ketidakseimbangan antara civil society, political society, dan economical society (good governance concept) dalam terselenggaranya negara ini. Diantara ketiganya, masing-masing ada yang kuat dan ada yang lemah. Tragisnya civil society lah yang menjadi juru kunci. Kedua, ketidaksiapan untuk menerima kritik dan saran dari rakyatnya atau berbagi pandangan dengan civil society karena pada umumnya Penguasa ( political society ) mengalami kesulitan dalam merubah pola pikir dan kesadarannya sendiri mengenai pentingnya peningkatan bergaining position dari civil society dalam rangka menjaga stabilitas penyelenggaraan negara.
Beberapa jalan penguatan yang direkomendasikan penulis adalah proses penyeimbangan ketiga kelompok yang ada di dalam sistem kemasyarakatan, melalui peningkatan sosialisasi pemerintah mengenai suatu kebijakan dan/atau menumbuhkembangkan organisasi-organisasi di tengah masyarakat termasuk LSM ( yang independent tentunya ) yang kesemuanya ini merupakan bahagian dari proses pemberdayaan dan peningkatan kesejateraan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah sebagai political society ( Eksekutif-Legislatif ). Hal berikut yang penting untuk dilakukan adalah pemerintah memperbaiki mindset-nya sendiri terhadap kekuasaannya sebagai penyelenggaraan negara serta harus santun dan ramah dalam menerima saran - kritikan dari masyarakat, yang merupakan salah satu public evaluation terhadap penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, sebaiknya jangan main-main dengan dengan civil society, karena apabila pelemahan-pelemahan terhadapnya sudah mencapai titik jenuh, bisa saja konflik tidak akan terhindarkan.
Kembali kepada statement Pak Alie, melalui penjelasan singkat mengenai civil society dan hubungannya dengan political society serta economical society (terlepas dari economical society di Indonesia yang juga ditentukan oleh political society), dapatlah kita pahami bagaimana kondisi yang sebenarnya saat ini, apakah hanya sebuah pengalihan isu atau memang sebuah problema sosial yang memilukan. Selain itu juga siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab terhadap ketidakpintaran rakyat tersebut juga terjawab sudah.
Sebuah keprihatinan. Semoga Bangsa ini kedepannya menjadi lebih baik...


Desman A. Gurning
Pemerhati Kebijakan Publik
Mahasiswa S-2 UI

Sabtu, 26 Februari 2011

DESMAN GURNING: TKW PRT... GAK ADA PILIHAN LAIN???

DESMAN GURNING: TKW PRT... GAK ADA PILIHAN LAIN???

TKW PRT... GAK ADA PILIHAN LAIN???

Bangsa ini seakan masih sibuk dalam mencari jati diri, entah arahnya ke mana dan entah sampai kapan. Hal ini dibuktikan dengan rentetan kasus-kasus nasional yang juga melibatkan elite-elite populer bangsa kita. Sebut saja kasus Century, Gayus, masalah Pajak dan yang terkini masalah Media vs Pemerintah. Pada akhirnya, para elite bangsa ini seakan lupa dengan tugas dan tanggung jawab utama yang mereka emban yakni Mensejaterakan Rakyat, yang salah satu esensi utamanya adalah memberikan penghidupan yang layak.
Dilema pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke berbagai penjuru dunia memang kompleks. Benar saja, pengiriman TKW ini menjadi salah satu primadona alternatif lapangan kerja yang disediakan oleh pemerintah, terutama bagi mereka yang katakanlah sudah tidak mampu ditampung oleh lapangan kerja yang ada di Indonesia. Padahal, bisa saja bangsa kita dipandang rendah oleh bangsa lain. Hai ini terbukti ketika Marzuki Alie merasa malu ketika bertemu Presiden Suriah beberapa waktu lalu, yang disampaikannya pada sebuah diskusi di senayan kemarin (26.02.2011-www.detiknews.com). Politisi partai biru yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI sampai-sampai meminta Menakertras menyetop pengiriman TKW PRT ke berbagai penjuru dunia. Pada akhirnya, statement ini pun akhirnya mendapat kecaman dari berbagai pihak, karena dianggap menyudutkan TKW PRT.
Kalau di pikir-pikir, buat apa sih kartini-kartini Indonesia ini harus rela melangkahkan kakinya ke luar negeri? Ada banyak sebab. Pertama, perut, mereka butuh makan. Kerap kali kita dengar, keluarga sang TKW justru mengharapkan kiriman gaji dari TKW bersangkutan, untuk bertahan hidup. Alasan tekanan ekonomi keluarga yang mendesak dan penuh keterbatasan, menyebabkan kaum wanita dalam keluarga itu terpaksa harus turut peras keringat.
Kedua adalah masalah gaji. Mereka beranggapan bahwa gaji yang mereka peroleh jika bekerja di luar negeri jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji di dalam negeri. Hal ini sebagai akibat dari anjolknya mata uang rupiah dewasa ini, sembari melambungnya harga barang kebutuhan terutama sembako. Contoh kecil, gaji seorang PRT di Negeri Jiran adalah kisaran RM500-Rm800 perbulan (Internasional.tvone.co.id/.../Malaysia_Keberatan_Gaji_Pembantu_Indonesia Rp 2,2 juta perbulan) atau setara dengan Rp 1,4 juta – Rp 2,2 juta perbulan. Jumlah ini hampir sama dengan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan III di negeri kita ini. Padahal, standar gaji tersebut ternyata merupakan standar termurah disana. Di negara lain gimana lagi yah?
Selain itu, keterbatasan kemampuan maupun ilmu pengetahuan membuat mereka gak punya banyak pilihan, PRT, cuma itu yang memungkinkan. Pada umumnya, PRT memang sangat minim dalam hal mengecap pendidikan. Bahkan, barangkali masih ada yang belum pernah merasakan duduk di bangku sekolah. Ketika ada tawaran ke luar negeri dengan iming-iming gaji yang besar, mereka ya pasti maulah... Anehnya, maraknya agen-agen TKI yang katanya mampu mencarikan pekerjaan di luar negeri amat mudah ditemukan, sementara Keimigrasian Indonesia masih sangat terbatas dalam hal persyaratan dan kriteria yang layak untuk di berangkatkan.
Kemudian, masalah mentalitas. Hal ini juga berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat kita. Mereka cenderung ikut-ikutan, yang pada akhirnya TKW seakan menjadi trend. Bisa saja informasi yang berkembang dari mulut ke mulut menjadi angin segar bagi para penganggur, sehingga mereka berniat untuk mengadu nasib di negeri orang.
Memang, dari sisi statistik perekonomian, peran TKI memiliki peran besar dalam hal pemasukan devisa negara yang berada pada urutan ke-2, serta membantu mengurangi jumlah pengangguran. Dengan jumlah 294.115 orang WNI yang bekerja sebagai PRT di Malaysia sebenarnya sangat membantu menekan angka jobless di Indonesia. Kalau di pikir-pikir, angka ini masih jumlah yang legal di malaysia. Padahal, tanpa kita sadari mereka juga sebenarnya malu, sengsara, dan bathin mereka menjerit. Ketidaktahuan mereka dalam hal pekerjaan mereka sangatlah tinggi. Pantas saja sering terjadi kemarahan-kemarahan majikan, pengurangan gaji, siksaan, bahkan penganiayaan yang sering kita dengar belakangan ini adalah sebab muasal TKW itu hanya bisa ngge...ngge...dan ngge saja...
Jika diamati secara mendalam, jumlah keterbatasan kerjalah yang menjadi penyebab utama tingginya angka TKI. Data BPS dalam Berita Resmi Statistik No. 33/05/Th. XIII, 10 Mei 2010, menyebutkan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2010 mencapai 116 juta orang. Kemudian Persiden RI dalam pidato pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional di Jakarta, yang menjelaskan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia saat ini setara dengan 7,14 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237,8 juta orang, atau atau sekitar 8, 32 juta orang. Meskipun beliau menyampaikan bahwa angka pengangguran tersebut sudah menurun secara statistik dari tahun-tahun sebelumnya, namun tetap saja angka-angka ini sangatlah memprihatinkan dan tetab bertambah dari sisi factual quantity.
Kita pantas malu dengan kondisi bangsa kita saat ini. Bukan menyalahkan pemerintah, tetapi memang Pemerintahlah yang sebenarnya paling bertanggung jawab. Makanya, perlu banyak pembenahan. Hal yang paling mendasar adalah Pendidikan. Ini penting untuk meningkatkan education quality membina mental masyarakat Indonsia seutuhnya. Jika pendidikannya baik, gak bakal ada yang bermental pembantu deh...
Berikut adalah menciptakan lapangan kerja. Memang, usaha itu sudah dilakukan oleh pemerintah, namun diakibatkan oleh keterbatas kemampuan sementara peningkatan jumlah penduduk terutama jumlah angkatan kerja masih lebih tinggi dari pada lapangan kerja yang tersedia, menyebabkan dampaknya tidak signifikan. Untuk itu, pemerintah perlu kreatif dalam menciptakan lapangan kerja dan jeli dalam membijaki berbagai kemungkinan. Misalnya, pemerintah harus lebih memperhatikan industri padat karya dan industri menengah terutama dalam hal permodalan dan pengelolaan output. Industri ini terbukti efektif dalam menyerap tenaga kerja, yang diharapkan nantinya akan mengurangi kemungkinan maraknya TKI - TKW PRT.
Hal berikut adalah, Pemerintah harus selektif dalam hal perijinan pemberangkatan calon TKW PRT. Pemerintah dalam hal ini Kemenakertras harus menyusun kriteria-kriteria tertentu yang wajib dipenuhi oleh calon TKW PRT. Kemudian, sebelum diberangkatkan, mereka juga harus mendapatkan Pendidikan dan pelatihan yang serius dari pemerintah, mengenai hal ikhwal pekerjaan dan situasi yang bakal dihadapi oleh calon TKW PRT. Sehingga, ketika sudah bekerja, mereka tidak lagi gagap akan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah tindakan-tindakan tidak terpuji dari majikan pun keamanan dan kenyamanan kerja mereka lebih terjamin.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah, Perlindungan negara terhadap TKW PRT di mana mereka bekerja. Pemerintah harus serius dalam menanggapi setiap laporan dan pengaduan terkait perlakuan-perlakuan yang di terima TKW PRT. Ada baiknya, jangan setengah – setengah, karena hal ini berkaitan dengan keselamatan kerja dan juga harkat bangsa kita secara global.

PENUTUP
Tidak mudah memang mewujudkan setiap harapan apalagi dengan kondisi bangsa kita yang masih dalam proses transisi, dimana para elite bangsa ini masih larut dalam beragam isu – isu nasional yang cukup menyita perhatian, namun dengan keseriusan pemerintah bukan tidak mungkin hal itu akan dapat dilakukan. Sindiran dari Presiden Suriah kepada Pak Alie sudah cukup membuat hati miris. Jangan ditambah lagi dengan mengkambinghitamkan para pahlawan devisa ini dengan mengklaim mereka telah membuat malu Indonesia, tetapi alangkah baiknya jika kita menginstrospeksi diri, menyusun berbagai kebijakan berupa solusi, dan yang paling penting adalah memperjuangkan nasib mereka.


Desman Armando Gurning
Pemerhati Kebijakan Publik