SELAMAT DATANG

Welcome... Don't forget to leave your comment... Thank You...

Jumat, 29 April 2011

Suka Download Film???

Setelah browsing dari berbagai sumber dan mencoba-coba, akhirnya beberapa daftar website yang saya rekomendasikan guna mendownload film beserta substitlenya (Indonesia juga ada lho). So, kalau suka nonton film tapi duit gak punya untuk ke Bioskop atau malah gak ada Bioskop di tempat kamu, download aja deh... Selamat mencoba yah...

1. www.thehack3r.com
Di web ini, banyak film yang bisa di download...

2. teatersahabat.blogspot.com
Design blognya juga menarik cuma agak berat kalo dibuka di komputer yang memorinya rendah.

3. cinema3satu.blogspot.com
Blog ini mungkin adalah blog penyedia film-film gratis yang paling terkenal dan terlengkap di indonesia. Film-film mereka sangat berkualitas baik video maupun subtitlenya.

4. indowebster.com
Trus, yang terakhir... The King og Film's download. Karena kebanyakan situs mendownload film, filmnya ya dari sini.

At last!!! Subtitlenya jangan sampai kelupaan di download juga, kerena filenya di buat terpisah...

Yang saya broadcast sih cuma beberapa aja, manatau ada yang tau situs lain, boleh di tambah koq via commentnya... Thakz for read...

(Dikutip dari berbagai sumber)

Minggu, 03 April 2011

RAKYAT BODOH... BENARKAH???

Sebuah problema sosial yang memilukan vs sekedar pengalihan isu?

Masih segar dalam ingatan, berbagai kasus nasional yang tak kunjung menemui titik terang, disusul bencana di berbagai daerah di bangsa ini, seakan tidak akan berujung, amat memprihatinkan. Namun, keprihatinan itu malah diperkeruh dengan isu Pembangunan Gedung baru DPR RI yang diperkirakan akan menyerap dana 1,138 triliun rupiah. Di kala rakyat sedang berjuang menahan lapar-haus, atau nomaden dari pengungsian yang satu ke pengungsian yang lain, sejumlah elite bangsa ini malah asik dengan rajutan program prioritas yang bukan prioritas.
Seperti kita ketahui bersama, DPR ibarat pipa air antara masyarakat dengan pemerintah, yakni saluran aspirasi. Benarkah demikian? Apa jadinya jika wakil rakyat tersebut tidak berkenan sharing dengan rakyat yang sebenarnya adalah konstituennya? Sungguh ironis memang, apabila kita menyimak statement Pak Marzuli Alie yang lagi-lagi bikin sensasi. Masih terngiang dalam ingatan komentar beliau beberapa waktu lalu yang menuai banyak protes tentang TKW-PRT yang konon katanya bikin malu Republik ini, lebih ke belakang lagi mengenai statementnya tentang Bencana Mentawai, kini statement barunya malah dirasakan lebih sentimentil. Mengapa tidak, rakyat diklaim tidak pintar alias “bodoh”. Berikut sepenggal statement kontradiktif Sang Ketua DPR RI pada salah satu media ternama Indonesia pada 2 Maret kemarin. “Kalau rakyat biasa dibawa bagaimana memikirkan perbaikan sistem, bagaimana perbaikan organisasi, bagaimana perbaikan infrastruktur, rakyat biasa pusing pikirannya. Rakyat biasa dari hari ke hari, yang penting perutnya berisi, kerja, ada rumah, ada pendidikan, selesai. Jangan diajak mengurus yang begini. Urusan begini, ajak orang-orang pintar bicara, ajak kampus bicara”.
Sekedar menanggapi statement tersebut, apakah memang harus melalui pembangunan gedung baru sehingga sistem dapat diperbaiki? Apakah itu mainstream dalam upaya perbaikan organisasi? Apakah ini hanya ruang bagi orang-orang pintar saja bersama pihak kampus yang mungkin saja sudah dirasuki ranah politik juga? Bukankah peningkatan kinerja dulu yang perlu didahulukan, kemudian dievaluasi, barulah merembes ke masalah gedung kalau di rasa perlu? Bukankah sebaiknya hal ini di sampaikan secara luas kepada masyarakat dan meminta tanggapan masyarakat? Intinya, perlu ditinjau kembali.
Tanpa berniat mempersalahkan pihak manapun, dari segi tata bahasa, sebenarnya masih banyak penyampaian-penyampaian lain yang lebih santun dalam menanggapi masalah ini. Memang benar, kondisi rakyat saat ini masih berorientasi pada SPP ( Sandang, Pangan, Papan ). Namun, selaku seorang pejabat yang dipilih rakyat, sebaiknya lebih memperhatikan perbaikan kondisi konstituennya tersebut ketimbang malah melemahkan mereka.

Civil Society
Secara implisit, statement tersebut bisa saja menjadi proses pelemahan posisi tawar rakyat. Di kala sejumlah daerah sedang berjibaku dalam meningkatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan, pusat sepertinya malah melakukan pendegradasian. Cuma segelintir oknum memang, namun cukup mencoreng secara universal.
Guna mencari pembenaran terhadap pelemahan bargaining position rakyat tersebut diatas, konsep Good Governance dapat dipakai sebagai titik pijak dengan esensi utamaya adalah keseimbangan antara Politcal society, economical society, dan Civil society. Political society merujuk kepada kaum politik praktis, sementara economical society merupakan kumpulan orang-orang yang beraktivitas dalam bidang perekonomian, dan civil society adalah sebagai konstituen dan konsumen.
Civil society secara harfiah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani. Namun menurut Alexis De Tocqueville, seorang Sosiolog Perancis abad-19, Civil siciety itu merupakan kondisi kehidupan sosial yang terorganisir yang berciri kesukarelaan, keswasembadaan, keswadayaan, dan kemandirian namun tetap melakukan kontrol terhadap negara agar tidak melampaui ketentuan yang ada di dalam masyarakat. Dari pengertian ini dapat di simpulkan bahwa, dua peranan civil society itu adalah kemandirian pada dirinya dan peran kontrol terhadap negara.
Sebuah kondisi yang amat berbeda dengan di negeri kita yang demokratis ini. Civil society seakan hanya kaum terpinggirkan yang gak punya hak bicara dibandingkan society lainnya. Peranan masyarakat memang ada, namun masih jauh dari harapan. Ada beberapa penyebab mengapa hal ini terjadi. Pertama, ketidakseimbangan antara civil society, political society, dan economical society (good governance concept) dalam terselenggaranya negara ini. Diantara ketiganya, masing-masing ada yang kuat dan ada yang lemah. Tragisnya civil society lah yang menjadi juru kunci. Kedua, ketidaksiapan untuk menerima kritik dan saran dari rakyatnya atau berbagi pandangan dengan civil society karena pada umumnya Penguasa ( political society ) mengalami kesulitan dalam merubah pola pikir dan kesadarannya sendiri mengenai pentingnya peningkatan bergaining position dari civil society dalam rangka menjaga stabilitas penyelenggaraan negara.
Beberapa jalan penguatan yang direkomendasikan penulis adalah proses penyeimbangan ketiga kelompok yang ada di dalam sistem kemasyarakatan, melalui peningkatan sosialisasi pemerintah mengenai suatu kebijakan dan/atau menumbuhkembangkan organisasi-organisasi di tengah masyarakat termasuk LSM ( yang independent tentunya ) yang kesemuanya ini merupakan bahagian dari proses pemberdayaan dan peningkatan kesejateraan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah sebagai political society ( Eksekutif-Legislatif ). Hal berikut yang penting untuk dilakukan adalah pemerintah memperbaiki mindset-nya sendiri terhadap kekuasaannya sebagai penyelenggaraan negara serta harus santun dan ramah dalam menerima saran - kritikan dari masyarakat, yang merupakan salah satu public evaluation terhadap penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, sebaiknya jangan main-main dengan dengan civil society, karena apabila pelemahan-pelemahan terhadapnya sudah mencapai titik jenuh, bisa saja konflik tidak akan terhindarkan.
Kembali kepada statement Pak Alie, melalui penjelasan singkat mengenai civil society dan hubungannya dengan political society serta economical society (terlepas dari economical society di Indonesia yang juga ditentukan oleh political society), dapatlah kita pahami bagaimana kondisi yang sebenarnya saat ini, apakah hanya sebuah pengalihan isu atau memang sebuah problema sosial yang memilukan. Selain itu juga siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab terhadap ketidakpintaran rakyat tersebut juga terjawab sudah.
Sebuah keprihatinan. Semoga Bangsa ini kedepannya menjadi lebih baik...


Desman A. Gurning
Pemerhati Kebijakan Publik
Mahasiswa S-2 UI