SELAMAT DATANG

Welcome... Don't forget to leave your comment... Thank You...

Kamis, 21 Maret 2013

Kertas Kebijakan


ATASI PENGANGGURAN ?
KEMBALI PADA JATI DIRI BANGSA!

oleh : DESMAN ARMANDO GURNING


I.       PENDAHULUAN
Pengangguran merupakan masalah klasik yang terjadi hampir di setiap negara. Pada skala makro ekonomi, masalah ini akan menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Berbagai upaya selalu dilakukan oleh setiap negara dalam bentuk penyediaan lapangan pekerjaan, yang muaranya adalah menekan angka pengangguran. Namun, yang menjadi persoalan adalah kemauan dan komitmen setiap negara untuk mengatasinya berbeda-beda.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, angka pengangguran yang meningkat akibat terjadinya resesi pada tahun 2008, dapat dikurangi sesegera mungkin melalui pengadaan lapangan pekerjaan. Hingga pada akhir resesi, yaitu Juni tahun 2009, perekonomian negara tersebut segera pulih serta telah menyediakan 1,5 juta lapangan kerja baru yang bergerak pada sektor swasta. Lain halnya dengan China, pada Oktober tahun 2009, negeri tirai bambu itu mengurangi jumlah pengangguran dengan cara penguatan angkatan perangnya melalui penerimaan tentara bagi para lulusan sarjana sebanyak 130.000 jiwa.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, angka pengangguran yang semakin bertambah jumlahnya merupakan masalah yang lebih rumit dan lebih serius daripada masalah perubahan distribusi pendapatan yang kurang menguntungkan penduduk yang berpendapatan rendah. Keadaan di negara-negara berkembang dalam beberapa dasawarsa terakhir menunjukan bahwa pembangunan ekonomi yang telah tercipta tidak sanggup menciptakan kesempatan kerja yang mengimbangi pertambahan penduduk. Oleh karena itu, masalah pengangguran yang dihadapi dari tahun ke tahun kian bertambah serius.
Pada Agustus 2011, data BPS menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia yang mencapai 6,56 %, telah mengalami penurunan dibanding TPT Februari 2011 sebesar 6,80 % dan TPT Agustus 2010 sebesar 7,14 %.  Berdasarkan pendidikannya, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sekitar 54,2 juta jiwa, sedangkan pekerja dengan pendidikan Diploma sekitar 3,2 jiwa dan pekerja dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 5,6 juta jiwa.
Hingga Agustus 2011 jumlah penduduk yang bekerja telah mengalami kenaikan terutama di sektor industri sebesar 840.000 jiwa dan sektor konstruksi sebesar 750.000 jiwa (www.bps.go.id). Di satu sisi, peningkatan ini memang cukup menggembirakan, namun di sisi lain, terjadinya penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian (3,1 juta jiwa) dan sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi (500.000 jiwa) serta sektor jasa kemasyarakatan (370.000 jiwa), menunjukkan bahwa kebijakan dalam menangani masalah pengangguran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih bersifat incremental sebab tidak dilakukan secara komprehensif dan lintas sektoral.

II.    KONSEP PENGANGGURAN
a.      Pengertian Pengangguran
Menurut Sukirno (2004) pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Menurut Kemenakertrans, pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Menganggur adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dalam kurun waktu seminggu sebelum pencacahan dan sedang berusaha mencari pekerjaan dan ini mencangkup mereka yang sedang menunggu panggilan terhadap lamaran kerja yang diajukan atau sedang tidak mencari kerja karena beranggapan tidak ada kesempatan kerja yang tersedia untuk dirinya walaupun dia sanggup (www.bps.go.id).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengangguran merupakan istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Umumnya pengangguran disebabkan oleh jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian, karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang, sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

b.      Faktor-faktor penyebab terjadinya pengangguran
Ada beberapa sebab langsung (direct causes) terjadinya pengangguran besar-besaran di Indonesia yaitu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kelangkaan lapangan kerja, pemulangan TKI ke Indonesia, dan rasionalisasi karyawan. Direct causes tersebut pada saat yang sama merupakan akibat dari sebab-sebab yang lain. Misalnya PHK, merupakan akibat dari bangkrutnya perusahaan karena kredit macet. Kredit macet terjadi akibat krisis ekonomi (misalnya krisis 1997), dan krisis ekonomi disebabkan oleh krisis moneter. Krisis moneter disebabkan oleh rusaknya ekonomi Indonesia karena adanya mental korup, kolusi dan nepotisme (KKN) yang menggurita dan sistematik pada semua lembaga negara dan swasta.
Di Indonesia, beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapat pekerjaan adalah kurangnya informasi tentang suatu pekerjaan yang lowong sebagai akibat dari minimnya sistem informasi publik. Sementara dari faktor kepribadian, pengangguran disebabkan oleh faktor kemalasan, faktor cacat fisik, dan rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya para angkatan kerja.
Pada skala nasional, faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya pengangguran di Indonesia adalah ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan sebagai implikasi dari jumlah penduduk dan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi, kebijakan pengembangan sektor ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat, angkatan kerja yang berpendidikan dan berketerampilan rendah atau tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh dunia kerja, teknologi yang semakin modern, efisiensi tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan guna memaksimalkan keuntungan melalui pemanfaatan tegnologi modern serta penerapan rasionalisasi karyawan, adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim, serta ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan negara.

c.       Jenis-jenis pengangguran
1.      Pengangguran berdasarkan penyebabnya, terdiri dari :
a.       Pengangguran Normal (Friksional) yaitu pengangguran yang bukan karena tidak dapat memperoleh pekerjaan, tetapi karena sedang mencari kerja yang lebih baik.
b.      Pengangguran Siklikal yaitu pengangguran karena terjadinya pengurangan jumlah pekerja yang disebabkan oleh kemerosotan harga-harga komoditi atau kebangkrutan suatu perusahaan atau sektor pertanian.
c.       Pengangguran Stuktural yaitu pengangguran yang di sebabkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi yang menyebabkan tingginya Total Cost sehingga tidak mampu bersaing dan sebagian pekerja terpaksa di berhentikan.
d.      Pengangguran teknologi di sebabkan oleh penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin, robot, atau dan bahan kimia.
e.       Pengangguran deflasional, karena lahan pekerjaan tidak tersedia atau lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pekerja. Hal ini lah yg memicu urbanisasi ( hijrah ke kota/luar negeri ) akibat minimnya lapangan kerja di suatu negara / daerah.
f.       Pengangguran voluntary adalah penganggur yang sebenarnya mampu bekerja, tetapi memilih untuk tidak bekerja karena memiliki income generator seperti rental mobil atau kos-kosan, yang bisa membuka lapangan pekerjaan.
2.      Pengangguran berdasarkan cirinya, terdiri dari :
a.       Pengangguran Terbuka yaitu pengangguran yang tercipta karena peningkatan tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan peningkatan lowongan kerja.
b.      Pengangguran terselubung, pada umumnya terjadi di sektor pertanian atau jasa. Dalam kondisi ini, jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi melebihi jumlah kebutuhan, sehingga tidak efisien.
c.       Pengangguran musiman, yang terjadi pada sektor pertanian atau perikanan. Misalnya, pada musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak bekerja.
d.      Setengah menganggur adalah pengangguran yang disebabkan oleh jam kerja yang jauh dibawah normal ( satu – dua hari saja dalam seminggu).

III. AKIBAT PENGANGGURAN
a.      Pengangguran sebagai suatu masalah sosial di Indonesia
Nisbet (dalam Soekanto, 2010 : 311) menyebutkan bahwa masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak. Soekanto (2010) menyebutkan timbulnya masalah sosial disebabkan oleh kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial, yang bersumber dari pada faktor ekonomis, biologis, biopsikologis, dan kebudayaan.
Berdasarkan sumber tersebut, masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam empat kategori. Masalah yang berasal dari faktor ekonomis adalah pengangguran atau kemiskinan. Penyakit berseumber dari faktor biologis, neurosis bersumber dari faktor psikologis, dan konflik rasial bersumber dari faktor kebudayaan. Namun dari sekian banyak masalah sosial yang ada, masalah yang disebabkan oleh faktor ekonomis merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus, karena menyangkut produktivitas dan pendapatan masyarakat yang menyebabkan terganggunya stabilitas perekonomian suatu negara.
Sebagai masalah yang bersumber dari faktor ekonomis, pengangguran yang umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah lapangan pekerjaan dengan angkatan kerja yang tersedia, akan menjadi suatu masalah yang serius apabila tidak diakomodir secara bijaksana oleh pemerintah. Di Indonesia, penganggur merupakan beban keluarga dan memiliki kecenderungan mengganggu stabilitas politik, keamanan dan sosial. Hingga saat ini, masalah ketenagakerjaan di Indonesia masih memprihatinkan. Pendapatan yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak merata akan menyebabkan terjadinya kesenjangan dan kemiskinan, yang akhirnya akan menimbulkan keresahan masyarakat akibat timbulnya tindakan-tindakan kriminal yang jika dilakukan pembiaran, maka dalam jangka panjang akan menghambat pembangunan. Untuk itu, maka secara makro dibutuhkan suatu kebijakan fiskal dan moneter yang arahnya  adalah penciptaan dan perluasan lapangan kerja.

b.      Dampak Negatif Pengangguran
Dalam bidang ekonomi, banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengangguran. Jika tingkat pengangguran suatu negara relatif tinggi, maka akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang dicita-citakan. Masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat pencapaian kemakmurannya karena pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial.
Sejalan dengan hal tersebut, maka pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sektor pajak akan berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun, sejalan dengan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar oleh masyarakat pasti menurun, sehingga dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang yang pada akhirnya akan menghambat pembangunan.
Selain itu, tingginya angka pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi karena akan menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Apabila kondisi ini terjadi, maka permintaan terhadap barang-barang hasil produksi juga akan berkurang sehingga tidak merangsang kalangan pengusaha (investor) untuk melakukan perluasan atau pendirian usaha baru. Dengan demikian tingkat investasi akan menurun dan pertumbuhan ekonomi tidak terpacu.
Dalam bidang sosial kemasyarakatan, dari perspektif individu, pengangguran akan menyebabkan hilangnya mata pencaharian dan keterampilan. Di Indonesia, beragamnya tindakan kriminal, pengemis dan anak jalanan yang bertebaran di kota-kota besar, maraknya prostitusi dan aborsi, hingga pengamen jalanan yang berseliweran di mana saja merupakan bukti bahwa pengangguran sebagai patologi sosial yang penyebarannya sulit diberantas dan sangat berbahaya karena akan menghasilkan korban-korban sosial dan menurunnya harkat, derajat, dan martabat manusia Indonesia seutuhnya.   
Dalam bidang sosial politik, keterbatasan pendidikan dan pendapatan yang mereka miliki sangat mudah dijadikan sebagai alat oleh komunitas-komunitas politik tertentu dalam menciptakan berbagai konflik sosial di tengah-tengah masyarakat, terutama yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan dan kemelaratan. Kondisi ini akan menyebabkan stabilitas keamanan negara dan masyarakat akan terganggu.

IV. KEBIJAKAN TENTANG PENGANGGURAN
Penurunan tingkat pengangguran tidak bisa diserahkan kepada pasar tanpa campur tangan pemerintah. Kondisi pengangguran seperti itu memerlukan sentuhan kebijakan langsung dari pemerintah melalui stabilitas politik dan ekonomi, sehingga kenyamanan dunia usaha tidak terusik (Didik J. Rachbini, Suara merdeka, 2005). Oleh karena itu, apa pun alasannya masalah pengangguran harus dapat diatasi karena tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (UUD 45 pasal 27 : 2). Untuk itu, diperlukan sejumlah kebijakan yang komprehensif yang muaranya adalah penyediaan lapangan pekerjaan.
Dari perspektif ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter sangat mempengaruhi naik-turunnya angka pengangguran. Kebijakan fiskal pada dasarnya merupakan instrumen pemerintah untuk melakukan perubahan dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk memengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian. Kebijakan ini sangat berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, memperluas basis kegiatan ekonomi di berbagai sektor, dan secara khusus memperluas lapangan usaha sekaligus memberikan signal positif kepada pelaku ekonomi, dunia usaha dan investor. Melalui kebijakan fiskal, pengeluaran agregat dapat ditambah sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional dan tingkat penggunaan tenaga kerja. Dari sisi perpajakan dalam mengatasi masalah pengangguran, langkah yang sebaiknya dilakukan adalah mengurangi pajak pendapatan sehingga meningkatkan daya beli masyarakat. Kenaikan pengeluaran rumah tangga agregat akan meningkatkan pendapatan nasional yang akhirnya menambah kemampuan pemerintah untuk berinvestasi sehingga kesempatan kerja akan terbuka.
Selain kebijakan fiskal, kebijakan moneter juga sangat berperan dalam mengatasi pengangguran. Kebijakan ini merupakan kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk memengaruhi penawaran uang dalam perekonomian atau mengubah suku bunga, dengan maksud untuk memengaruhi pengeluaran agregat. Dalam mengatasi pengangguran, cara yang dapat ditempuh adalah dengan menambah jumlah penawaran uang, sehingga akan menurunkan suku bunga dan meningkatkan investasi yang pada akhirnya akan menambah kesempatan kerja.
Selain kebijakan-kebijakan yang bersifat makro ekonomi, berbagai kebijakan yang sifatnya teknis juga perlu dilakukan oleh pemerintah. Beberapa langkah-langkah teknis tersebut adalah:
1.      Mengadakan pembinaan guna membuka wawasan dan pengetahuan akan jiwa kewirausahaan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berupa bimbingan teknis dan pelatihan serta memberikan bantuan modal lunak jangka panjang. Selain itu, pemerintah juga mendorong terbentuknya kelompok usaha bersama untuk meningkatkan pengembangkan usaha, menguasai teknologi dan informasi pasar serta peningkatan pola kemitraan UKM dengan BUMN, BUMD, BUMS dan pihak lainnya.
2.      Menyederhanakan perizinan pembukaan usaha agar tidak menghambat masuknya investasi asing maupun investasi dalam negeri. Kemudian investasi ini diarahkan untuk pembangunan dan pengembangan kawasan khusus, terutama daerah tertinggal dalam bentuk pembangunan akses transportasi dan faisilitas komunikasi. Hal itu perlu dilakukan untuk merangsang pertumbuhan iklim investasi yang kondusif sekaligus menciptakan lapangan kerja di daerah.
3.      Memperkuat lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur serta mengupayakan agar perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak terjadi melalui penjaminan terhadap sistem upah (UMR).
4.      Mengembangkan sektor pariwisata dan kebudayaan Indonesia khusunya daerah-daerah yang belum terjamah namun memiliki potensi, dengan melakukan pengembangan asset dan promosi-promosi dalam skala nasional maupun internasional untuk menarik wisatawan serta mengundang investor untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan kepariwisataan dan kebudayaan tersebut.
5.      Melakukan program terpadu dan sinergi antar lembaga, BUMN atau BUMS yang memiliki keterkaitan usaha. Dengan program tersebut maka proses produksi akan menjadi lebih efisien. Misalnya, PT Krakatau Steel dan PT. PAL Indonesia yang bersinergi dalam hal pasokan bahan baku pelat baja.
6.      Menekan laju pertumbuhan penduduk guna menghambat peningkatan jumlah angkatan kerja. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program yang berkaitan dengan masalah kependudukan sepeti menggalakkan keluarga berencana dan program pencegahan perkawinan usia dini.
7.      Pengembangan potensi kelautan dan pertanian. Potensi kelautan dan pertanian Indonesia perlu dikelola secara bijaksana dan profesional guna menciptakan lapangan kerja yang lebih produktif dan menjanjikan. Hal ini dapat juga dilakukan dengan menggalakkan sistem transmigrasi yang bergerak pada sektor pertanian, perkebunan atau peternakan yang kelangsungannya dijamin penuh pemerintah.
8.      Mendorong kemajuan dunia pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) yang sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kualitas lulusan perguruan tinggi terjamin dan siap menghadapi dunia kerja.  Selain itu, biaya pendidikan yang tidak murah juga harus diperhatikan oleh pemerintah.   
9.      Membangun sistem informasi yang terbuka, mudah, cepat, dan tepat melalui pengembangan suatu lembaga antarkerja sebagai job center yang dilakukan secara profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja pada bidang kerja yang membutuhkan tenaga kerja. Hal ini perlu dilakukan untuk melatih kedisiplinan, pengendalian diri, kerjasama tim, kemampuan mental untuk bekerja dibawah tekanan, serta lebih kreatif dan inovatif. Pengembangan yang dilakukan mencakup sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan.
10.  Membangun mindset dan kecintaan masyarakat pada produk tanah air, dengan mengarahkan permintaan masyarakat kepada barang/jasa yang tersedia melimpah, harga terjangkau, dan mudah ditemukan oleh masyarakat. Kebijakan ini sebaiknya diarahkan pada produk-produk dalam negeri, agar memberi kontribusi pada pendapatan negara melalui himbauan pemerintah atau dengan iklan layanan masyarakat.

V.    REKOMENDASI KEBIJAKAN
Banyak hal yang sebenarnya dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pengangguran. Namun hal terpenting yang sering dilupakan adalah kebijakan-kebijakan yang digelontorkan tidak mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Kebijakan Industrialisasi dewasa ini seakan telah mengingkari fakta bahwa Indonesia adalah negara dengan lautan yang luas dan tanahnya subur. Alih fungsi lahan pertanian menjadi area industri dan perumahan seharusnya tidak dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Untuk itu, ada tiga aspek penting perlu direkomendasikan untuk mengatasi pengangguran yang terjadi, yaitu :
1.      Kebijakan Kelautan.
Wilayah Indonesia yang terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik dengan luas perairannya mencapai 3.257.483 km², sebenarnya merupakan fakta yang sangat potensial dalam pengembangan sektor perikanan dan kelautan dengan keyword-nya adalah pembangunan dan pengembangan yang terintegrasi serta lintas sektoral antar instansi yang saling berkaitan.
Bentuk nyata pengembangan yang dapat dilakukan pada sektor ini adalah menggalakkan kembali mata pencaharian nelayan dan penangkapan ikan yang telah lesu dewasa ini, memperbanyak pabrik pengolahan ikan yang terstandardisasi, pembangunan kota-kota baru melalui pembangunan pelabuhan kapal raksasa, pengembangan pariwisata laut secara terpadu dengan cakupan beberapa daerah sekaligus, hingga penambahan armada pengamanan laut, yang sudah barang tentu akan menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit.
2.      Kebijakan Pertanian
Luas daratan Indonesia yang mencapai 1.922.570 km² dengan potensi lahan pertanian selain perkebunan dan hutan yakni seluas 30% dari luas daratan Indonesia (576.771 km², setara dengan 57.677.100Ha) merupakan fakta bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam sektor pertanian. Pada akhir masa orde baru, Indonesia sempat mencapai swasembada pangan, dan merupakan salah satu pengekspor beras di dunia. Namun paradoks dengan kondisi saat ini, dimana Indonesia telah menjadi negara pengimpor bahan pangan. Untuk itu, jika kebijakan pertanian yang terintegrasi dan lintas sektoral dapat dilakukan, maka sektor ini akan dapat menyerap tenaga kerja yang jumlahnya sangat besar. Pengembangan yang dapat dilakukan adalah menggalakkan kembali sektor pertanian sebagai primadona perekonomian bangsa Indonesia, bukan sektor industri seperti yang terjadi saat ini.
3.      Ekonomi Kreatif
Selain sektor pertanian dan kelautan, salah satu sektor yang banyak menyerap tenaga kerja adalah ekonomi kreatif. Yang dimaksud dengan ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi yang bertumpu pada industri kreatif . Karenanya, ekonomi kreatif juga berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual untuk bersaing dan meraih keunggulan dalam kancah ekonomi global. Di tengah situasi global dimana sumberdaya alam kian terbatas, kegiatan ekonomi kreatif yang bertumpu pada sumberdaya intelektual kian naik pamor menggantikan ekonomi yang industri yang sangat bergantung pada komoditas dan sumberdaya alam. Jika sumberdaya alam suatu waktu akan habis dieksploitasi, sebaliknya kekayaan intelektual justru selalu terbarukan dan tiada habisnya. Kondisi inilah yang mendorong kegiatan ekonomi kreatif mendapat perhatian khusus sekaligus tumbuh pesat di mancanegara.
Sektor yang menjadi bagian dari industri kreatif menurut Departemen Perdagangan tahun 2007 adalah periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, video-film dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan dan piranti lunak komputer, televisi dan radio, serta kegiatan riset dan pengembangan. Sebagai contoh, industri fashion yang mendominasi industri kreatif Indonesia yakni sebesar 54, 32 % dengan serapan tenaga kerja sebesar 4, 13 juta jiwa atau setara dengan 4,22% dari serapan tenaga kerja nasional (Kompas, Industri kreatif menyerap banyak tenaga kerja, 12 April 2012), membuktikan bahwa sektor ini dipercaya dapat menyerap tenaga kerja yang sangat besar apabila dikembangkan secara bijaksana.
Dari penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa masalah pengangguran sebenarnya dapat diatasi sesegera mungkin apabila Pemerintah Indonesia memiliki kemauan dan komitmen yang kuat apabila kembali pada jati diri bangsa, dengan menjadikan sektor kelautan, pertanian, dan ekonomi kreatif sebagai leading sektor tanpa menganak-tirikan sektor yang lain, dengan success key-nya yaitu pengembangan yang terpadu, terintegrasi, dan lintas sektoral. 

Sumber-sumber :

Sadono, Sukirno. 2004. Makro Ekonomi : Teori Pengantar – Edisi III. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Harian Kompas. Kamis 12 April 2012. Industri Kreatif menyerap banyak tenaga kerja.

id.wikipedia.org/Indonesia
wartawarga.gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar