ATASI PENGANGGURAN ?
oleh : DESMAN ARMANDO GURNING
I. PENDAHULUAN
Pengangguran
merupakan masalah klasik yang terjadi hampir di setiap negara. Pada skala makro
ekonomi, masalah ini akan menyebabkan
tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai
potensi maksimal. Berbagai upaya selalu dilakukan oleh setiap
negara dalam bentuk penyediaan lapangan pekerjaan, yang muaranya adalah menekan
angka pengangguran. Namun, yang menjadi persoalan adalah kemauan dan komitmen setiap
negara untuk mengatasinya berbeda-beda.
Di
negara maju seperti Amerika Serikat, angka pengangguran yang meningkat akibat
terjadinya resesi pada tahun 2008, dapat dikurangi sesegera mungkin melalui
pengadaan lapangan pekerjaan. Hingga pada akhir resesi, yaitu Juni tahun 2009,
perekonomian negara tersebut segera pulih serta telah menyediakan 1,5 juta lapangan
kerja baru yang bergerak pada sektor swasta. Lain halnya dengan China, pada
Oktober tahun 2009, negeri tirai bambu itu mengurangi jumlah pengangguran
dengan cara penguatan angkatan perangnya melalui penerimaan tentara bagi para
lulusan sarjana sebanyak 130.000 jiwa.
Di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, angka pengangguran yang semakin
bertambah jumlahnya merupakan masalah yang lebih rumit dan lebih serius
daripada masalah perubahan distribusi pendapatan yang kurang menguntungkan
penduduk yang berpendapatan rendah. Keadaan di negara-negara berkembang dalam
beberapa dasawarsa terakhir menunjukan bahwa pembangunan ekonomi yang telah
tercipta tidak sanggup menciptakan kesempatan kerja yang mengimbangi pertambahan
penduduk. Oleh karena itu, masalah pengangguran yang dihadapi dari tahun ke
tahun kian bertambah serius.
Pada
Agustus 2011, data BPS menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di
Indonesia yang mencapai 6,56 %, telah mengalami penurunan dibanding TPT
Februari 2011 sebesar 6,80 % dan TPT Agustus 2010 sebesar 7,14 %. Berdasarkan pendidikannya, pekerja pada
jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sekitar 54,2 juta
jiwa, sedangkan pekerja dengan pendidikan Diploma sekitar 3,2 jiwa dan pekerja
dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 5,6 juta jiwa.
Hingga
Agustus 2011 jumlah penduduk yang bekerja telah mengalami kenaikan terutama di
sektor industri sebesar 840.000 jiwa dan sektor konstruksi sebesar 750.000 jiwa
(www.bps.go.id). Di satu sisi, peningkatan ini memang cukup menggembirakan,
namun di sisi lain, terjadinya penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor
pertanian (3,1 juta jiwa) dan sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi
(500.000 jiwa) serta sektor jasa kemasyarakatan (370.000 jiwa), menunjukkan
bahwa kebijakan dalam menangani masalah pengangguran yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia masih bersifat incremental
sebab tidak dilakukan secara komprehensif dan lintas sektoral.
II. KONSEP PENGANGGURAN
a. Pengertian Pengangguran
Menurut Sukirno
(2004) pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan
ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Menurut Kemenakertrans, pengangguran adalah orang yang tidak
bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha baru, dan tidak mencari
pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Menganggur adalah
mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dalam kurun waktu seminggu sebelum
pencacahan dan sedang berusaha mencari pekerjaan dan ini mencangkup mereka yang
sedang menunggu panggilan terhadap lamaran kerja yang diajukan atau sedang
tidak mencari kerja karena beranggapan tidak ada kesempatan kerja yang tersedia
untuk dirinya walaupun dia sanggup (www.bps.go.id).
Dari beberapa
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengangguran merupakan istilah untuk
orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, atau seseorang yang
sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Umumnya pengangguran
disebabkan oleh jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding
dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Pengangguran seringkali menjadi
masalah dalam perekonomian, karena dengan adanya pengangguran, produktivitas
dan pendapatan masyarakat akan berkurang, sehingga dapat menyebabkan timbulnya
kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
b.
Faktor-faktor
penyebab terjadinya pengangguran
Ada
beberapa sebab langsung (direct causes)
terjadinya pengangguran besar-besaran di Indonesia yaitu terjadinya Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), kelangkaan lapangan kerja, pemulangan TKI ke Indonesia,
dan rasionalisasi karyawan. Direct causes
tersebut pada saat yang sama merupakan akibat dari sebab-sebab yang lain. Misalnya
PHK, merupakan akibat dari bangkrutnya perusahaan karena kredit macet. Kredit
macet terjadi akibat krisis ekonomi (misalnya krisis 1997), dan krisis ekonomi
disebabkan oleh krisis moneter. Krisis moneter disebabkan oleh rusaknya ekonomi
Indonesia karena adanya mental korup, kolusi dan nepotisme (KKN) yang
menggurita dan sistematik pada semua lembaga negara dan swasta.
Di
Indonesia, beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapat pekerjaan
adalah kurangnya informasi tentang suatu pekerjaan yang lowong sebagai akibat
dari minimnya sistem informasi publik. Sementara dari faktor kepribadian,
pengangguran disebabkan oleh faktor kemalasan, faktor cacat fisik, dan
rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya para angkatan kerja.
Pada
skala nasional, faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya pengangguran di
Indonesia adalah ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan
sebagai implikasi dari jumlah penduduk dan angka pertumbuhan penduduk yang
tinggi, kebijakan pengembangan sektor ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat,
angkatan kerja yang berpendidikan dan berketerampilan rendah atau tidak
memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh dunia kerja, teknologi yang semakin
modern, efisiensi tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan guna
memaksimalkan keuntungan melalui pemanfaatan tegnologi modern serta penerapan
rasionalisasi karyawan, adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim,
serta ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan negara.
c. Jenis-jenis pengangguran
1. Pengangguran
berdasarkan penyebabnya, terdiri dari :
a.
Pengangguran Normal (Friksional) yaitu pengangguran
yang bukan karena tidak dapat memperoleh pekerjaan, tetapi karena sedang
mencari kerja yang lebih baik.
b.
Pengangguran Siklikal yaitu pengangguran karena
terjadinya pengurangan jumlah pekerja yang disebabkan oleh kemerosotan
harga-harga komoditi atau kebangkrutan suatu perusahaan atau sektor pertanian.
c.
Pengangguran Stuktural yaitu pengangguran yang di
sebabkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi yang menyebabkan tingginya Total Cost sehingga tidak mampu bersaing
dan sebagian pekerja terpaksa di berhentikan.
d.
Pengangguran teknologi di sebabkan oleh penggantian
tenaga manusia oleh mesin-mesin, robot, atau dan bahan kimia.
e.
Pengangguran deflasional, karena lahan pekerjaan tidak tersedia
atau lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pekerja. Hal ini lah yg memicu
urbanisasi ( hijrah ke kota/luar negeri ) akibat minimnya lapangan kerja di
suatu negara / daerah.
f.
Pengangguran voluntary adalah penganggur yang
sebenarnya mampu bekerja, tetapi memilih untuk tidak bekerja karena memiliki income generator seperti rental mobil
atau kos-kosan, yang bisa membuka lapangan pekerjaan.
2.
Pengangguran berdasarkan cirinya, terdiri dari :
a.
Pengangguran Terbuka yaitu pengangguran yang tercipta karena
peningkatan tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan peningkatan lowongan
kerja.
b.
Pengangguran terselubung, pada umumnya terjadi di sektor
pertanian atau jasa. Dalam kondisi ini, jumlah pekerja dalam suatu kegiatan
ekonomi melebihi jumlah kebutuhan, sehingga tidak efisien.
c.
Pengangguran musiman, yang terjadi pada sektor
pertanian atau perikanan. Misalnya, pada musim hujan penyadap karet dan nelayan
tidak bekerja.
d.
Setengah menganggur adalah pengangguran yang disebabkan
oleh jam kerja yang jauh dibawah normal ( satu – dua hari saja dalam seminggu).
III. AKIBAT PENGANGGURAN
a. Pengangguran sebagai suatu masalah
sosial di Indonesia
Nisbet
(dalam Soekanto, 2010 : 311) menyebutkan bahwa masalah sosial menyangkut
nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan karena
menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat
merusak. Soekanto (2010) menyebutkan timbulnya masalah sosial disebabkan oleh
kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial, yang bersumber
dari pada faktor ekonomis, biologis, biopsikologis, dan kebudayaan.
Berdasarkan
sumber tersebut, masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam empat kategori.
Masalah yang berasal dari faktor ekonomis adalah pengangguran atau kemiskinan.
Penyakit berseumber dari faktor biologis, neurosis bersumber dari faktor
psikologis, dan konflik rasial bersumber dari faktor kebudayaan. Namun dari
sekian banyak masalah sosial yang ada, masalah yang disebabkan oleh faktor
ekonomis merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus, karena
menyangkut produktivitas dan pendapatan masyarakat yang menyebabkan
terganggunya stabilitas perekonomian suatu negara.
Sebagai
masalah yang bersumber dari faktor ekonomis, pengangguran yang umumnya
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah lapangan pekerjaan dengan
angkatan kerja yang tersedia, akan menjadi suatu masalah yang serius apabila
tidak diakomodir secara bijaksana oleh pemerintah. Di Indonesia, penganggur
merupakan beban keluarga dan memiliki kecenderungan mengganggu stabilitas
politik, keamanan dan sosial. Hingga saat ini, masalah ketenagakerjaan di
Indonesia masih memprihatinkan. Pendapatan yang rendah dan distribusi
pendapatan yang tidak merata akan menyebabkan terjadinya kesenjangan dan
kemiskinan, yang akhirnya akan menimbulkan keresahan masyarakat akibat
timbulnya tindakan-tindakan kriminal yang jika dilakukan pembiaran, maka dalam
jangka panjang akan menghambat pembangunan. Untuk itu, maka secara makro
dibutuhkan suatu kebijakan fiskal dan moneter yang arahnya adalah penciptaan dan perluasan lapangan
kerja.
b.
Dampak
Negatif Pengangguran
Dalam
bidang ekonomi, banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengangguran. Jika
tingkat pengangguran suatu negara relatif tinggi, maka akan menghambat
pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang dicita-citakan. Masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat pencapaian
kemakmurannya karena pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai
masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial.
Sejalan
dengan hal tersebut, maka pengangguran
akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sektor pajak akan berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang
tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun,
sejalan dengan menurunnya tingkat pendapatan
masyarakat. Dengan
demikian, pajak yang harus dibayar oleh masyarakat pasti menurun, sehingga dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang
yang pada akhirnya akan menghambat pembangunan.
Selain
itu, tingginya angka pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi karena
akan menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat. Apabila kondisi ini terjadi,
maka permintaan terhadap barang-barang hasil produksi juga akan berkurang
sehingga tidak merangsang kalangan pengusaha (investor) untuk melakukan perluasan atau pendirian usaha baru. Dengan demikian tingkat investasi
akan menurun dan
pertumbuhan ekonomi tidak terpacu.
Dalam bidang sosial kemasyarakatan, dari perspektif
individu, pengangguran akan menyebabkan hilangnya mata pencaharian dan
keterampilan. Di Indonesia, beragamnya tindakan kriminal,
pengemis dan anak jalanan yang bertebaran di kota-kota besar, maraknya
prostitusi dan aborsi, hingga pengamen jalanan yang berseliweran di mana saja
merupakan bukti bahwa pengangguran sebagai patologi sosial yang penyebarannya
sulit diberantas dan sangat berbahaya karena akan menghasilkan korban-korban
sosial dan menurunnya harkat, derajat, dan martabat manusia Indonesia seutuhnya.
Dalam
bidang sosial politik, keterbatasan pendidikan dan pendapatan yang mereka
miliki sangat mudah dijadikan sebagai alat oleh komunitas-komunitas politik
tertentu dalam menciptakan berbagai konflik sosial di tengah-tengah masyarakat,
terutama yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan dan kemelaratan. Kondisi
ini akan menyebabkan stabilitas keamanan negara dan masyarakat akan terganggu.
IV. KEBIJAKAN TENTANG PENGANGGURAN
Penurunan
tingkat pengangguran tidak bisa diserahkan kepada pasar tanpa campur tangan
pemerintah. Kondisi pengangguran seperti itu memerlukan sentuhan kebijakan
langsung dari pemerintah melalui stabilitas politik dan ekonomi, sehingga
kenyamanan dunia usaha tidak terusik (Didik J. Rachbini, Suara merdeka, 2005). Oleh
karena itu, apa pun alasannya masalah pengangguran harus dapat diatasi karena
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan (UUD 45 pasal 27 : 2). Untuk itu, diperlukan sejumlah kebijakan
yang komprehensif yang muaranya adalah penyediaan lapangan pekerjaan.
Dari
perspektif ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter sangat mempengaruhi
naik-turunnya angka pengangguran. Kebijakan fiskal pada dasarnya merupakan instrumen pemerintah untuk
melakukan perubahan dalam bidang perpajakan dan pengeluaran pemerintah dengan
maksud untuk memengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian. Kebijakan ini
sangat berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, memperluas basis kegiatan
ekonomi di berbagai sektor, dan secara khusus memperluas lapangan usaha
sekaligus memberikan signal positif kepada pelaku ekonomi, dunia usaha dan
investor. Melalui
kebijakan fiskal, pengeluaran agregat dapat ditambah sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nasional dan tingkat penggunaan tenaga kerja. Dari sisi
perpajakan dalam mengatasi masalah pengangguran, langkah yang sebaiknya
dilakukan adalah mengurangi pajak pendapatan sehingga meningkatkan daya beli
masyarakat. Kenaikan pengeluaran rumah tangga agregat akan meningkatkan pendapatan
nasional yang akhirnya menambah kemampuan pemerintah untuk berinvestasi
sehingga kesempatan kerja akan terbuka.
Selain kebijakan fiskal, kebijakan
moneter juga sangat berperan dalam mengatasi pengangguran. Kebijakan ini
merupakan kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk memengaruhi penawaran
uang dalam perekonomian atau mengubah suku bunga, dengan maksud untuk
memengaruhi pengeluaran agregat. Dalam mengatasi pengangguran, cara yang dapat
ditempuh adalah dengan menambah jumlah penawaran uang, sehingga akan menurunkan
suku bunga dan meningkatkan investasi yang pada akhirnya akan menambah
kesempatan kerja.
Selain
kebijakan-kebijakan yang bersifat makro ekonomi, berbagai kebijakan yang
sifatnya teknis juga perlu dilakukan oleh pemerintah. Beberapa langkah-langkah
teknis tersebut adalah:
1. Mengadakan
pembinaan guna membuka wawasan dan pengetahuan akan jiwa kewirausahaan bagi
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berupa bimbingan teknis dan pelatihan serta memberikan
bantuan modal lunak jangka panjang. Selain itu, pemerintah juga mendorong
terbentuknya kelompok usaha bersama untuk meningkatkan pengembangkan usaha,
menguasai teknologi dan informasi pasar serta peningkatan pola kemitraan UKM
dengan BUMN, BUMD, BUMS dan pihak lainnya.
2. Menyederhanakan
perizinan pembukaan usaha agar tidak menghambat masuknya investasi asing maupun
investasi dalam negeri. Kemudian investasi ini diarahkan untuk pembangunan dan
pengembangan kawasan khusus, terutama daerah tertinggal dalam bentuk
pembangunan akses transportasi dan faisilitas komunikasi. Hal itu perlu
dilakukan untuk merangsang pertumbuhan iklim investasi yang kondusif sekaligus
menciptakan lapangan kerja di daerah.
3. Memperkuat
lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur serta mengupayakan agar
perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak
terjadi melalui penjaminan terhadap sistem upah (UMR).
4. Mengembangkan
sektor pariwisata dan kebudayaan Indonesia khusunya daerah-daerah yang belum
terjamah namun memiliki potensi, dengan melakukan pengembangan asset dan promosi-promosi dalam skala
nasional maupun internasional untuk menarik wisatawan serta mengundang investor
untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan kepariwisataan dan kebudayaan
tersebut.
5. Melakukan
program terpadu dan sinergi antar lembaga, BUMN atau BUMS yang memiliki
keterkaitan usaha. Dengan program tersebut maka proses produksi akan menjadi
lebih efisien. Misalnya, PT Krakatau Steel dan PT. PAL Indonesia yang
bersinergi dalam hal pasokan bahan baku pelat baja.
6. Menekan
laju pertumbuhan penduduk guna menghambat peningkatan jumlah angkatan kerja.
Hal ini dapat dilakukan melalui program-program yang berkaitan dengan masalah
kependudukan sepeti menggalakkan keluarga berencana dan program pencegahan
perkawinan usia dini.
7. Pengembangan
potensi kelautan dan pertanian. Potensi kelautan dan pertanian Indonesia perlu
dikelola secara bijaksana dan profesional guna menciptakan lapangan kerja yang
lebih produktif dan menjanjikan. Hal ini dapat juga dilakukan dengan
menggalakkan sistem transmigrasi yang bergerak pada sektor pertanian,
perkebunan atau peternakan yang kelangsungannya dijamin penuh pemerintah.
8. Mendorong
kemajuan dunia pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum dan sistem pendidikan
nasional (Sisdiknas) yang sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, sehingga kualitas lulusan perguruan tinggi terjamin dan siap
menghadapi dunia kerja. Selain itu, biaya pendidikan yang tidak murah
juga harus diperhatikan oleh pemerintah.
9. Membangun
sistem informasi yang terbuka, mudah, cepat, dan tepat melalui pengembangan
suatu lembaga antarkerja sebagai job
center yang dilakukan secara profesional sehingga dapat membimbing dan
menyalurkan para pencari kerja pada bidang kerja yang membutuhkan tenaga kerja.
Hal ini perlu dilakukan untuk melatih kedisiplinan, pengendalian diri, kerjasama tim, kemampuan
mental untuk bekerja dibawah tekanan, serta lebih kreatif dan inovatif.
Pengembangan yang dilakukan mencakup sumber daya manusianya (brainware),
perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan.
10. Membangun
mindset dan kecintaan masyarakat pada produk tanah air, dengan mengarahkan
permintaan masyarakat kepada barang/jasa yang tersedia melimpah, harga
terjangkau, dan mudah ditemukan oleh masyarakat. Kebijakan ini sebaiknya
diarahkan pada produk-produk dalam negeri, agar memberi kontribusi pada
pendapatan negara melalui himbauan pemerintah atau dengan iklan layanan
masyarakat.
V.
REKOMENDASI
KEBIJAKAN
Banyak
hal yang sebenarnya dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pengangguran. Namun
hal terpenting yang sering dilupakan adalah kebijakan-kebijakan yang
digelontorkan tidak mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Kebijakan
Industrialisasi dewasa ini seakan telah mengingkari fakta bahwa Indonesia
adalah negara dengan lautan yang luas dan tanahnya subur. Alih fungsi lahan
pertanian menjadi area industri dan perumahan seharusnya tidak dibiarkan begitu
saja oleh pemerintah. Untuk itu, ada tiga aspek penting perlu direkomendasikan
untuk mengatasi pengangguran yang terjadi, yaitu :
1.
Kebijakan
Kelautan.
Wilayah Indonesia yang terbentang
sepanjang 3.977 mil di antara Samudra
Hindia dan Samudra
Pasifik dengan luas perairannya mencapai 3.257.483 km²,
sebenarnya merupakan fakta yang sangat potensial dalam pengembangan sektor
perikanan dan kelautan dengan keyword-nya
adalah pembangunan dan pengembangan yang terintegrasi serta lintas sektoral
antar instansi yang saling berkaitan.
Bentuk nyata pengembangan yang
dapat dilakukan pada sektor ini adalah menggalakkan kembali mata pencaharian
nelayan dan penangkapan ikan yang telah lesu dewasa ini, memperbanyak pabrik
pengolahan ikan yang terstandardisasi, pembangunan kota-kota baru melalui
pembangunan pelabuhan kapal raksasa, pengembangan pariwisata laut secara
terpadu dengan cakupan beberapa daerah sekaligus, hingga penambahan armada
pengamanan laut, yang sudah barang tentu akan menyerap tenaga kerja yang tidak
sedikit.
2.
Kebijakan
Pertanian
Luas daratan Indonesia yang
mencapai 1.922.570 km² dengan potensi lahan pertanian selain perkebunan dan
hutan yakni seluas 30% dari luas daratan Indonesia (576.771 km², setara dengan 57.677.100Ha)
merupakan fakta bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam sektor
pertanian. Pada akhir masa orde baru, Indonesia sempat mencapai swasembada
pangan, dan merupakan salah satu pengekspor beras di dunia. Namun paradoks
dengan kondisi saat ini, dimana Indonesia telah menjadi negara pengimpor bahan
pangan. Untuk itu, jika kebijakan pertanian yang terintegrasi dan lintas
sektoral dapat dilakukan, maka sektor ini akan dapat menyerap tenaga kerja yang
jumlahnya sangat besar. Pengembangan yang dapat dilakukan adalah menggalakkan
kembali sektor pertanian sebagai primadona perekonomian bangsa Indonesia, bukan
sektor industri seperti yang terjadi saat ini.
3.
Ekonomi
Kreatif
Selain sektor pertanian dan
kelautan, salah satu sektor yang banyak menyerap tenaga kerja adalah ekonomi
kreatif. Yang dimaksud dengan ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi yang
bertumpu pada industri kreatif . Karenanya, ekonomi kreatif juga berfokus pada
penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas
sebagai kekayaan intelektual untuk bersaing dan meraih keunggulan dalam kancah
ekonomi global. Di tengah situasi global dimana sumberdaya alam kian terbatas,
kegiatan ekonomi kreatif yang bertumpu pada sumberdaya intelektual kian naik
pamor menggantikan ekonomi yang industri yang sangat bergantung pada komoditas
dan sumberdaya alam. Jika sumberdaya alam suatu waktu akan habis dieksploitasi,
sebaliknya kekayaan intelektual justru selalu terbarukan dan tiada habisnya.
Kondisi inilah yang mendorong kegiatan ekonomi kreatif mendapat perhatian
khusus sekaligus tumbuh pesat di mancanegara.
Sektor yang menjadi bagian dari
industri kreatif menurut Departemen Perdagangan tahun 2007 adalah periklanan,
arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, video-film dan fotografi, permainan interaktif, musik,
seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan dan piranti lunak
komputer, televisi dan radio, serta kegiatan riset dan pengembangan. Sebagai
contoh, industri fashion yang
mendominasi industri kreatif Indonesia yakni sebesar 54, 32 % dengan serapan
tenaga kerja sebesar 4, 13 juta jiwa atau setara dengan 4,22% dari serapan
tenaga kerja nasional (Kompas, Industri
kreatif menyerap banyak tenaga kerja, 12 April 2012), membuktikan bahwa sektor ini dipercaya dapat menyerap tenaga kerja
yang sangat besar apabila dikembangkan secara bijaksana.
Dari
penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa masalah pengangguran
sebenarnya dapat diatasi sesegera mungkin apabila Pemerintah Indonesia memiliki
kemauan dan komitmen yang kuat apabila kembali pada jati diri bangsa, dengan
menjadikan sektor kelautan, pertanian, dan ekonomi kreatif sebagai leading
sektor tanpa menganak-tirikan sektor yang lain, dengan success key-nya yaitu pengembangan
yang terpadu, terintegrasi, dan lintas sektoral.
Sumber-sumber
:
Sadono, Sukirno. 2004. Makro Ekonomi : Teori Pengantar – Edisi III.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada
Harian Kompas. Kamis 12 April 2012. Industri Kreatif
menyerap banyak tenaga kerja.
id.wikipedia.org/Indonesia
wartawarga.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar